Ditengah himpitan dunia yang keras dan gemerlap akan
bayang-bayang semu kenikmatan dunia, seorang wanita berhasil bertahan ditengah
kondisi dan situasi seperti ini. Sebut saja dia Joy. Perawan yang satu ini
berhasil menaklukan kota antah berantah, tempat dimana ia tinggal sekarang dan
tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Joy adalah seorang gadis yang pada saat ini
tengah menuntut ilmu dan berpisah dengan keluarganya dengan jarak ribuan
kilometer. Tak mudah untuk menjadi seperti dirinya, karena hidup sendiri
mengharuskan ia untuk mandiri dan berpedoman teguh pada kata “INDEPENDENT”
berdikari, berdiri di atas kaki sendiri.
Kala beberapa masa yang silam, Joy tak pernah membayangkan
hidupnya akan se-berwarna seperti sekarang. Banyak sekali ilmu, pelajaran, sahabat,
perjalanan, cerita, dan hal-hal menarik lainnya yang ia temui di negeri yang
dia tinggali sekarang. Padahal Joy memiliki dua saudara kandung yang tak pernah
sukses merantau jauh seperti dirinya. Joy merasa bangga dan merasa satu level
diatas saudara kandungnya karena berhasil merantau selama tiga tahun terakhir
yang penuh perjuangan ini.
Joy, di sini memiliki banyak teman, banyak kawan, senang
bermain, senang berkumpul, senang bercanda, senang tertawa, namun tak luput
juga dari segala duka. Masa-masa sulit telah berhasil Joy lewati dalam hidup
ini dan ia pun merasa bahwa dirinya tak lagi seperti dulu saat masih tinggal
bersama orangtuanya.
Kota yang Joy tinggali sekarang sangat tenang, damai, dan
penuh dengan kearifan lokal penduduknya. Kota ini sangat cocok untuk hidup
seorang Joy yang penuh dengan keceriaan dan beragam kebudayaan lokal yang
setiap saat bisa ditampilkan. Joy sangat senang karena bisa menjadi bagian dari
kawan-kawan organisasinya yang cerita di dalamnya penuh dengan konflik dan haru
biru, sebuah keluarga baru dari benih-benih minat yang Joy tekuni. Sebuah
keluarga baru yang kapan saja menerima Joy baik dalam senang maupun susah.
Joy memiliki banyak sahabat, dan sahabat yang ia miliki sudah
bagaikan pelipur lara di kala hidupnya sedang gundah gulana. Tak berpikir
apapun jenis kelaminnya, Joy berteman dengan siapa saja. Mau perempuan, laki,
bencong, gay, maho, Joy tak peduli dengan semua itu walaupun kadang-kadang
perlu dipertanyakan juga status teman-temannya yang sudah terlalu lama sendiri.
Joy adalah sosok wanita pendiam yang suka menulis di
pikirannya saat sedang berdiam diri. Tulisan yang ia pikirkan adalah
pertanyaan-pertanyaan mendasar yang ada di hidup ini. Ia senang menulis namun
tulisan yang dia pikirkan hanya ia rangkai dalam kata-kata di dalam pikirannya.
Joy bisa membaca pikiran orang lain dari tulisannya karena tulisan dapat
mencerminkan kepribadian seseorang (hal ini yang membuat Joy gampang jatuh hati
dengan orang-orang yang memiliki tulisan yang menarik).
Filsafat adalah salah satu materi yang ingin ia kuasai karena
filsafat adalah hal yang paling logis menurutnya.
“aku ingin tahu mengapa semua ini ada ? aku ingin tahu
mengapa aku diciptakan berupa wujud wanita, dan aku ingin tahu mengapa semua
benda-benda di dunia memiliki nama paten yang turun-temurun diwariskan kepada
anak cucu para pewaris kita”
Tatkala ingin menonton sebuah pertunjukkan kebudayaan lokal,
Joy sangat antusias walaupun bahasa yang digunakan tidak ia mengerti mengingat
ia hanyalah pendatang. Joy memiliki ketertarikan sendiri pada gamelan. Kampus
tempat ia menimba ilmu memang bukan kampus untuk anak-anak dengan criteria
khusus untuk menjadi seniman, namun kampusnya bersebelahan dengan kampusnya para seniman.
Setiap belajar di kelas dan sedang menerawang apa yang diterangkan dosen
kepadanya, telinga Joy selalu menangkap suara-suara music yang berasal dari
kampus sebelah.
Banyak suara yang membuat gelisah hati dan pikirannya. Ingin
rasanya Joy ikut menceburkan diri ke dalam kumpulan orang-orang yang sedang
bermain music itu. Apalagi music kontemporer antara music perkusi dan gamelan.
Sungguh perpaduan yang membuat Joy ingin segera menenggelamkan diri dalam
riuhnya perpaduan kedua jenis hal yang bisa memabukkan pikiran itu.
Joy sangat bersyukur karena hidup di kota yang jauh dari
hingar bingar. Tak dapat dibayangkan kehidupan ibukota di jaman sekarang.
Walaupun di daerah yang Joy tinggali terbilang sepi dan tak semeriah ibukota,
namun ia sangat menikmati keramaian-keramaian yang tak selalu datang setiap
hari. Pada suatu waktu, Joy ingin sekali hijrah ke kota ini. Kota dimana ia
belajar sekaligus mencari jatidiri yang sebenarnya. Kota yang penuh sukacita,
tidak seperti ibukota, yang penuh dengan cerita dunia yang fana, semoga saja
keinginan Joy ini dapat terkabul.
“aku ingin hidup di kota yang ramai dan sepi, ramai akan
hingar bingar dalam mencari kebahagiaan di hati, namun sepi dalam hingar bingar
kericuhan dan kerusakan. Aku ingin…..”
Betapa merindunya Joy kepada keluarganya di tanah asli yang
ia tinggali. Ingin rasanya memboyong semua keluarganya kesini, ke tempat ia
berada sekarang. Namun itu hanyalah mimpi. sebuah impian yang mungkin akan
terwujud beberapa tahun lagi, sebuah impian untuk menghadiahkan sebuah istana
yang mungil, tenang, dan damai. Sebuah keniscayaan namun tak dapat ditolak jika
memang terjadi jalan takdirnya seperti itu.
Ah sudahlah, terlalu banyak beranda-andai akan membuat kita
berekspektasi berlebihan. Semoga saja jalan ini akan terbuka, dan Joy pun akan
segera terbebas dari belenggu pikiran yang penuh dengan imajinasinya yang
terbilang absurd dan tak biasa itu. Biarlah ia menikmati hidupnya sekarang,
agar kelak nanti ia bisa menjadi sosok wanita yang bertanggung jawab kepada
dirinya sendiri, keluarga, orang lain, dan alam semesta yang ada dunia ini.
“Biarkan bulan berjalan tunduk menyambut senyuman matahari,
biarkan matahari membuka mata membangunkan alam yang lelap” sebuah lirik dari
Payung Teduh.
Seperti namanya, biarkan Joy menikmati masa mudanya dengan
penuh sukacita, bahagia, sedih dan suka, serta penuh canda tawa.
Tulisan ini terinspirasi dari sahabat saya Hapsari Pradipta,
Terima kasih telah menjadi bagian dari hidup saya sampai saat
ini
No comments:
Post a Comment
orang ngebacot